Memahami Perilaku Belajar Siswa sebagai Alat Komunikasinya

Penyusun : Afifah Nurul Karimah, S.Psi

Di setiap kelas, perilaku siswa merupakan salah satu bentuk komunikasi yang penting. Siswa dapat berseru di kelas, mendorong dalam antrean, atau mundur dengan kepala tertunduk di atas meja. Jika pada masa pandemi, mungkin perilaku anak bisa ditunjukkan dengan bentuk lain yang secara konkrit dapat dilihat oleh orangtua di rumah.

Dalam setiap kasus, perilaku tersebut merupakan tanda bahwa mereka mungkin tidak memiliki keterampilan untuk memberi tahu Anda apa yang mereka butuhkan. Terkadang, siswa bahkan mungkin tidak tahu apa yang mereka butuhkan. Apa yang coba dikomunikasikan oleh siswa? Apa yang mereka butuhkan, dan bagaimana kita bisa membantu?

  1. Respon siswanya, bukan perilakunya

Bagaimana kita dapat menanggapi siswa tersebut, bukan perilakunya? Salah satu caranya adalah mencoba memahami pengalaman hidup yang dibawa siswa ke kelas. Beberapa siswa yang berpikir dan belajar secara berbeda memiliki pengalaman masa lalu yang negatif dengan guru dan sekolah. Siswa yang pernah mengalami trauma seringkali bisa waspada terhadap orang lain. Mereka mungkin sangat waspada dan cenderung bereaksi berlebihan terhadap hal-hal sederhana. Mencoba memahami pengalaman ini dapat membantu kita menanggapi alasan perilaku siswa dan tidak hanya bereaksi atau mengoreksi perilaku itu sendiri.

2. Apa yang ingin disampaikan oleh siswa lewat perilakunya?

Mencari tahu fungsi dari, atau alasan di balik, suatu perilaku sangat penting untuk menemukan respons atau dukungan yang sesuai. Mengetahui fungsinya juga memungkinkan kita menjadi proaktif dalam mengidentifikasi cara untuk mencegah masalah perilaku di masa mendatang.

Teaching Tolerance, sebuah organisasi yang menyediakan sumber daya bagi pendidik untuk menciptakan komunitas sekolah yang sipil dan inklusif, menawarkan akronim EATS untuk menyoroti beberapa kemungkinan fungsi perilaku. EATS adalah singkatan dari Escape, Attention, Tangible gain, dan Sensory needs. Berikut ini rincian artinya:

  1. Escape: Beberapa siswa menggunakan perilaku untuk menghindari tugas, permintaan, situasi, atau bahkan orang yang mereka anggap sulit. Contoh lainnya, biasanya mereka mengatakan hal-hal yang tidak pantas agar mereka diminta meninggalkan kelas. Perilaku melarikan diri juga bisa berupa dilakukan diam-diam, seperti siswa yang meminta untuk menggunakan kamar mandi setiap kali giliran membaca.

Contoh: Sofia, yang kesulitan membaca, sering melanggar aturan selama kelas seni bahasanya. Dia menolak untuk mengeluarkan bukunya selama waktu membaca hening. Dia akhirnya melemparkannya ke lantai, memanggil nama guru, dan dikirim ke kantor.

Apa yang disampaikan dari perilakunya: Sofia menyampaikan bahwa dia kesulitan membaca dan lebih suka mendapat masalah daripada diminta melakukan tugas yang menantang tanpa dukungan yang dia butuhkan.

2. Attention: Beberapa siswa berperilaku dengan cara yang dirancang mereka sendiri untuk mendapatkan perhatian. Misalnya, siswa yang berseru di kelas mungkin mencari guru untuk segera menanggapi pertanyaan mereka. Mereka mungkin merasa tidak yakin tentang kapan atau apakah guru/orangtua akan menanggapi. Pencarian perhatian juga dapat terjadi dalam perilaku positif, seperti ketika siswa bekerja keras pada suatu tugas untuk mendapatkan persetujuan kita.

Contoh: Alan, adalah apa yang mungkin biasa disebut siswa yang lengket “nempel terus”. Dia benar-benar ingin menunjukkan seberapa keras dia mengerjakan matematika. Dia mengangkat tangannya dan memanggil nama guru itu berulang kali. Ketika dia tidak mendapat jawaban, dia berjalan ke seberang ruangan, menepuk lengan guru, dan menarik lengan bajunya.

Apa yang disampaikan perilakunya: Alan mencoba memberi tahu bahwa dia tidak yakin tentang kekuatannya. Dia menyampaikan bahwa dia membutuhkan persetujuan kita untuk memastikan dia menyelesaikan matematika dengan baik.

3. Tangible Gains : Beberapa perilaku siswa ditujukan untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan, ketika mereka menginginkannya. Jenis perilaku ini sangat umum terjadi pada siswa yang berjuang dengan impulsif atau pemikiran fleksibel.

Contoh: Joseph sering berbicara tidak sopan terhadap guru. Dia mengabaikan gerakan tangan gurunya untuk merendahkan suaranya. Joseph gelisah saat disuruh berhenti. Dia berpendapat bahwa dia hanya mencoba mendapatkan jawaban atas pertanyaannya. Dia percaya guru harus segera menanggapinya.

Apa yang disampaikan perilakunya: Joseph sedang menyampaikan bahwa dia membutuhkan lebih banyak informasi untuk memahami pelajaran. Dari pengalaman masa lalu, dia mungkin telah belajar untuk berbicara atau bertanya kepada guru terus menerus sampai dia menerima jawaban. Perilakunya menunjukkan defisit keterampilan komunikasi. Ini menawarkan kesempatan untuk mengajarkan keterampilan sosial menunggu untuk berbicara. Nampak dari dirinya yang tidak menanggapi isyarat halus dari guru untuk berhenti berbicara. Dia menunjukkan bahwa dia membutuhkan bantuan eksplisit untuk belajar menanggapi isyarat dengan tepat agar kebutuhannya terpenuhi.

4. Sensory needs: Otak siswa terus-menerus mengambil informasi dari indera mereka. Bagi beberapa orang, memproses aliran input itu adalah perjuangan. Khususnya pada mereka yang mengalami kebutuhan sensorik tinggi kurang bereaksi terhadap masukan sensorik atau membutuhkan lebih banyak untuk berfungsi. Sedangkan, siswa yang mengindari input sensorik dapat bereaksi berlebihan terhadap masukan sensorik. Mereka mungkin menjadi kewalahan dan hiperaktif. Perilaku tersebut menjadi bermasalah jika mengganggu pembelajaran.

Contoh: Ethan cenderung “hands on” dengan siswa lain. Ini terutama menjadi masalah ketika dia berdiri dalam antrean. Dia mengeluh bahwa dia merasa sesak. Dia mungkin mendorong siswa lain untuk menyingkir.

Apa yang disampaikan perilakunya: Ethan mencoba memberi tahu bahwa dia kewalahan karena begitu dekat dengan siswa lain. Dia benar-benar ingin memindahkan mereka dari ruang pribadinya (jarak ruang personalnya dalam tempat), yang mungkin merupakan area yang lebih luas daripada biasanya.