Mengajarkan Toilet Training kepada Anak dengan Autism Spectrum Disorder (ASD)

Penyusun : Restiyanti Wahyudin, S.Psi

Anak dengan Autism Spectrum Disorder (ASD) memiliki ketidakmampuan memenuhi kebutuhan perawatan eliminasi dan memiliki waktu lebih lama untuk belajar keterampilan. Pelatihan khusus yang berulang sangat dibutuhkan untuk meningkatkan keterampilan pada anak dengan gangguan ASD. Toilet training penting dilakukan untuk membuat anak lebih mandiri yang dapat mempemudah penempatan mereka di sekolah. Sebelum toilet training dilakukan, anak harus dipersiapkan untuk konsep toilet training, diantaranya sering mengganti popok begitu basah, memberikan komentar jika dia basah ‘kamu ngompol atau basah’ dan dudukkan anak di toilet setiap ke kamar mandi. Anak juga perlu di perkenalkan, mana kering mana basah dengan melatih anak, pegang celana kering, pegang celana basah supaya anak paham atas target yang kita inginkan.

Tanda-tanda anak siap untuk toilet training adalah:

  1. Umur kronologis dan perkembangan umurnya
  2. Apakah anak seperti memperhatikan ketika popoknya basah atau kotor
  3. Apakah dia tertarik untuk ke kamar mandi, cuci tangan, ganti baju, dll

Anak dijelaskan tentang toilet training menggunakan buku atau “buku cerita sosial” atau bisa juga menggunakan foto dirinya sendiri saat sedang buang air kecil. Gunakan 1 kata untuk meminta buang air supaya anak tidak bingung, misal pipis, toilet. Idealnya lakukan di rumah dan sekolah saat bersamaan, dan komunikasikan prosedur yang dilakukan ke guru (harus sama kata, reinforcers/rewards, jadwal ke toilet dll). Anak harus mampu menaikkan dan menurunkan celananya sendiri, disarankan menggunakan celana karet. Celana dalam adalah yang terbaik (jika di rumah) supaya anak bisa merasakan sensasi ‘celana basah’, tetapi jika merepotkan diluar celana dalam bisa dipakaikan celana plastik atau “popok pull-ups” terutama untuk pergi keluar rumah atau bersekolah. Jika tidak merepotkan siapkan alarm tersendiri supaya anak paham waktu ke toilet.

Prosedur toilet training :

  1. Ajarkan anak mana kering, mana basah.
  2. Siapkan dan tentukan kata yang digunakan, jadwal ke toilet, reinforcer/reward, dan lembar data. Reinforcers harus sesuatu yang benar-benar anak inginkan dan hanya bisa di dapat jika anak ke toilet, misal makanan, mainan atau bermain Ipad
  3. Jadwal meningkat secara berkala 30 menit, 45 menit, 60 menit, 90 menit, 120 menit dengan waktu duduk di toilet selama 5 menit. Set timernya.
  4. Naikkan target waktu ke toilet setelah 2-3 hari.
  5. Katakan kepada anak, “waktu ke toilet” dan anak harus berkomunikasi dengan “bahasa isyarat/gambar/vokal “toilet” terhadap anda.
  6. Jika anak “buang air kecil” berikan reinforcersnya. jika anak keburu mengompol jangan diberikan. Jangan dimarahi atau dihukum, tetap tenang, bersihkan anak dan ajak kembali bermain seperti biasa supaya anak tidak trauma dengan programnya.
  7. Jika anak pipis di antara waktu ke toilet, tidak apa-apa, jika memungkinkan bawa anak lari langsung ke toilet. Bersihkan anak dan set lagi alarm ke nol.
  8. Anak harus diberikan ekstra minum supaya memberikan kesempatan latihan toilet lebih sering (sekitar 60-100 ml) per jam, tetapi total 1 hari tidak boleh melebihi 8-10 gelas. Batasi minum di sore menjelang malam dan malam hari supaya tidak terjadi “ngompol di tempat tidur”.
  9. Jika anak sudah mahir dengan kering selama 60 menit selama 3 hari sudah mulai diajarkan anak untuk meminta pergi ke toilet secara mandiri (tanpa di jadwal setiap 30-60 menit misalnya). Ajak anak ke toilet sambil bicara “Toilet yuk” dan biarkan anak beri bahasa isyarat/bicara/beri gambar toilet, kemudian sepanjang jalan ke toilet tanya anak 2-3 kali “Mau ke mana?” biarkan anak menjawab dengan “bahasa isyarat/gambar/verbal”.
  10. Selama training ingatkan anak untuk selalu memberi tahu sebelum ke toilet dengan “bahasa isyarat/gambar/verbal” sebelum ke toilet.
  11. Siapkan gambar toilet kemanapun anak pergi, siapa tau dia perlu ke toilet di jalan.
  12. Jika anak sudah mahir, kemudian sering lagi terjadi ngompol, investigasi apakah ada masalah kesehatan, mungkin di sekolah guru menjadwal kembali ke toiletnya, anak mencari perhatian (adik baru, rumah baru, dll) jika tidak ada alasan pantau beberapa hari, jika perlu ulangi prosedur dengan penjadwalan ke toilet seperti di awal.