Pembelajaran Sosioemosi juga penting loh!

Penyusun : Kaifa Nurussama, S.Psi

Pembelajaran sosial emosional merupakan salah satu pendekatan dalam menstimulasi perkembangan sosioemosi anak. Kompetensi-kompetensi sosioemosi anak diorganisasikan dalam tugas-tugas perkembangan yang positif. Pengembangan kompetensi tersebut akan dicapai melalui eksplorasi dan interaksi anak dengan orang tua, pendidik, teman, atau lingkungan. Dengan demikian diharapkan anak dapat memiliki keterampilan yang dapat membantunya beradaptasi dalam lingkungan. Pengembangan aspek sosioemosi telah menjadi perhatian pendidikan di ranah afektif sejak abad 20 dengan menekankan pengembangan terhadap aspek sosio-personal, berbagai perasaan, emosi, moral, dan etika. Setidaknya ada 6 keterampilan sosial yang perlu dikembangkan oleh guru yakni mendukung anak dalam mengembangkan empati, mendukung sikap altruisme anak, memiliki kemamuan berbagi dengan sesama, tujuannya adalah mendorong anak menjadi orang yang suka menolong sehingga dapat mengembangkan perilaku prososialnya, selain itu juga hal ini dapat membantu anak dapat merasakan kebahagiaan dalam menolong teman, mengajarkan kepada anak bahwa setiap orang mempunyai hak yang harus dihargai, menekankan nilai-nilai kerjasama dan kompromi dibanding kompetisi serta mendorong anak menemukan keindahan dalam berteman. Anak juga akan belajar beradaptasi dengan tuntutan pertumbuhan dan perkembangan yang kompleks, mencakup kontrol impulsif, bekerja kooperatif, peduli dengan dirinya sendiri dan orang lain.

Terdapat empat metode pembelajaran sosial emosional dalam membangun karakter anak, yaitu:

  1. Bermain: menurut Mildre Parten (dalam stassen Berger dan Turner & Helms dalam Tadjasaputra, 2001:21), bahwa kegiatan bermain merupakan sarana sosialisasi. Kegiatan bermain mampu meningkatkan kadar interaksi sosial anak.
  2. Modeling: Menurut Bandura (dalam Monks dkk 2004:126) kebanyakan tingkah laku orang terjadi karena pengamatan. Ketika anak mengamati suatu model, mereka mendapat pengetahuan baru, namun secara langsung mereka sebenarnya belum mampu mempraktikkan respons-respons tersebut. Pelaksanaan respon anak diatur oleh penguatan dan variabel motivasi lainnya. (Crain, 2007:304-305). Pemodelan dapat dilakukan dengan memutarkan anak film-film yang mengandung pesan cerita atau amanat yang baik, memberi tontonan di layar televisi pada program-program pendidikan yang menyajikan tingkah laku tokoh-tokoh baik yang dapat ditiru oleh anak.
  3. Story Telling: Sebuah cerita dapat mengandung berbagai pendidikan moral yang berupa pesan atau amanat. Melalui cerita pendidik atau orang tua dapat memberikan penanaman nilai-nilai moral kepada anak.
  4. Drama: Bermain drama dapat membantu anak mencoba berbagai peran sosial yang diamatinya, menjalani peran sesuai dengan jenis kelaminnya, merefleksikan masalah yang ada dalam dirinya lewat bermain peran, menghilangkan kejenuhan dan meluapkan kegembiraan, berimajinasi, dan bekerjasama membangun sebuah interaksi sosial dengan anak lain.