Mengenalkan Pola Komunikasi Asertif pada Siswa sebagai Upaya Menghindari Perilaku Berisiko

Penyusun : Imarotul Masiroh, S.Psi

Berkomunikasi dengan efektif adalah salah satu aspek yang diharapkan untuk terus berkembang dalam kegiatan belajar siswa. Hal ini dikarenakan kemampuan berkomunikasi berkaitan erat dengan banyak hal. Terutama terkait bagaimana siswa akan berinteraksi dengan orang lain. Namun, kefasihan berbahasa saja belum bisa disebut sebagai modal yang kuat untuk membangun interaksi yang sehat. Penting untuk memperkenalkan dan melatih pola komunikasi yang asertif. Yaitu cara berkomunikasi yang berusaha untuk mengekspresikan pendapat pribadi dengan jujur namun tetap mengedepankan penghargaan kepada lawan bicara.

Menjadi asertif tentu memerlukan latihan. Beberapa orang akan berkomunikasi dengan cara yang terlalu pasif atau bahkan terlalu agresif. Seseorang yang menunjukan pola komunikasi terlalu pasif dan cenderung susah menolak permintaan orang lain berisiko untuk dimanfaatkan. Sebaliknya, jika terlalu agresif dimana mereka cenderung kurang mempertimbangkan cara penyampaian yang tepat akan sulit mempertahankan relasi.  Berikut ini adalah ciri-ciri pola komunikasi asertif yang dikutip dari kidshealth.org:

  • Dapat memberikan opini dan menyampaikan apa yang dirasakan
  • Dapat menyampaikan apa yang diinginkan dan apa yang dibutuhkan
  • Dapat menyampaikan ketidaksetujuan dengan sopan
  • Dapat menyampaikan ide dan saran
  • Dapat menolak tanpa merasa bersalah

Siswa dengan kebutuhan khusus dapat mengalami kesulitan untuk mengenali intensi buruk orang lain. Kondisi ini akan menjadi semakin sulit jika mereka memiliki pola komunikasi pasif. Mereka mungkin sudah dibekali pengetahuan tentang perilaku berisiko. Namun saat hal tersebut terjadi, kesulitan dalam merespon ajakan perilaku berisiko tersebut bisa sangat mungkin terjadi. Ketakutan untuk tidak diterima dalam lingkungan pertemanan, dapat mengarahkan mereka menjadi ragu ketika akan menolak ajakan hal-hal yang  berpotensi merugikan.

Di sisi lain, jika siswa cenderung tetutup dan belum terlatih untuk mengekspresikan diri dengan menyampaikan apa yang mereka rasakan dan butuhkan membuat orang tua atau pendamping kesulitan untuk memahami dan memberikan perlindungan. Sehingga diperlukan strategi-strategi untuk memperkenalkan pola komunikasi asertif pada siswa. Diantaranya adalah:

  • Menjadi role model bagi siswa untuk menunjukan bagaimana menjadi asertif.
  • Latih mereka untuk mengidentifikasi emosi yang dirasakan.
  • Ajak mereka untuk berdiskusi sehingga mereka terbiasa mengekspresikan perasaan, pendapat atau ide.
  • Memberikan kesempatan bagi mereka untuk memilih dan ikut mengambil keputusan.
  • Berikan pemahaman bahwa mereka boleh dan berhak berkata “tidak” , “berhenti”, “saya tidak menyukai itu” pasa situasi-situasi tertentu.
  • Lakukan role play untuk melihat sejauh mana kemampuan siswa dalam menyampaikan perasaan, pendapat dan menolak ajakan. Dalam bermain peran, hadirkan situasi-situasi yang mungkin sulit direspon oleh siswa. Tekankan juga tentang penggunaan “I messages”. Contoh: “Saya merasa kecewa ketika kamu membatalkan janji dengan tiba-tiba”,  “Saya merasa sedih ketika kamu menolak ajakanku untuk bermain bersama”,

“ Saya merasa marah ketika kamu berteriak dan berbicara kasar kepadaku”. I messages berfokus pada menyampaikan apa yang dirasakan bukan dengan langsung mengkritik atau menyalahkan yang justru berpotensi memperburuk situasi.