SOSIALISASI ABK DI SEKOLAH INKLUSI 

Oleh : Dory Agustia Rantawi 

Label Inklusi digaungkan oleh banyak pihak di kala ini. Pendidikan formal dan non-formal pun berkontribusi untuk memberi perhatian lebih terhadap pelaksanaan dan penerapan inklusi disetiap lembaganya baik bernaung dibawah pemerintah atau dikelola oleh pihak swasta. 

Inklusi dapat disebutkan sebagai bentuk upaya nyata dalam mewujudkan sikap menerima dari satu individu terhadap individu lainnya walaupun dalam keadaan yang berbeda. Aplikasi dari sikap toleransi akan sangat ketara selama pelaksanaan system inklusi terutama didalam Pendidikan. 

Berdasarkan pernyataan diatas, penulis mengajak untuk memahami bahwa inklusi bukan sekedar konsep berfikir dan bersikap tapi juga menjadi pelaku dalam perwujudan nilai-nilai kebangsaan yang diterapkan dalam dunia Pendidikan. Kita diajak secara langsung untuk mengerti dan memahami individu sekitar kita dan kembali mengingat bahwa semua manusia hidup berdampingan dan saling membutuhkan. 

Pendapat ini dikerucutkan pada Pendidikan inklusif di Indonesia yang saat ini dipahami sebagai system Pendidikan yang sangat konseptual yaitu melibatkan, merangkul dan mengikutsertakan peserta didik dengan kebutuhan khusus untuk mendapatkan hak Pendidikan yang sama dan ikut mendorong tujuan Pendidikan nasional yang merata dan semua itu berakar pada konsep international yang dikenal dengan Education For All

Lalu, kendala utama yang dirasakan Peserta didik dengan kebutuhan khusus ketika berada disekolah inklusi adalah Sosialisasi. Keberagaman individu disekolah dan secara lebih luas disebut dengan konsep multicultural yaitu keberagaman budaya, agama, ras dan suku bangsa untuk dapat saling menerima dan saling mengahargai dalam sebuah wadah yang disebut sekolah. Untuk memulai adaptasi dengan lingkungannya, anak berkebutuhan khusus disekolah inklusi sebaiknya dibantu oleh guru dengan tujuan memberikan dan melatih kemampuan bersosialisasi ini sebagai modalitas bagi anak berkebutuhan khusus agar merasa lebih diterima dan menumbuhkan rasa percaya dirinya.

  1. Korelasi contoh sikap dan imitasi

Saat ini, peserta didik dengan kebutuhan khusus yang masuk ke sekolah sudah mengalami banyak tahap dan tes agar bias benar benar bergabung dalam sekolah inklusi. Oleh sebab itu, kita harus membuat sosialisasi itu terlihat mudah dengan memberikan contoh dan memanfaatkan sikap dasar dari anak berkebutuhan khusus yaitu menirukan (imitating)

Contoh yang dapat dilakukan dan paling real serta dipahami secara umum oleh hamper setiap warga sekolah adalah penerapan senyum, salam, sapa, sopan dan santun. Ketika Fulan sebagai salah satu peserta didik dengan kebutuhan khusus tiba disekolah, lalu sebagi guru memberikan contoh dengan berjabat tangan dengan guru yang sebaya dan mengucapkan salam ketika bertemu dengan rekan guru lainnya, maka kegiatan ini secara tidak sadar adalah contoh sikap dan ketika si fulan menirukan maka inilah imitasi yang natural ada dalam benak mereka. 

Lalu, apakah sesederhana itu ? tidak. 

Tentu semua ini diikuti dengan penegasan dengan memberikan penjelasan dan arahan yang tepat kepada peserta didik dengan kebutuhan khusus tersebut. Waktu yang terus berjalan, akan memberikan repetisi tinggi untuk si anak agar dapat terbiasa hingga perilaku tersebut melekat pada si anak. 

  1. Tutor sebaya 

Pemahaman pembaca akan langsung berpusat pada pengertian tutor sebaya. Namun jika dipandang dengan kacamata seorang guru yang memiliki siswa regular dan siswa dengan kebutuhan khusus, maka akan dipahami bahwa tutor sebaya ini sangat kooperatif dan konseptual serta mendorong terwujudnya sikap saling menghargai yang di praktikan langsung oleh peserta didik disekolah inklusi. 

Singkat nya bahwa Fulana adalah anak yang pintar dan Fulan adalah siswa dengan kebutuhan khusus, lalu Fulana mengajak beberapa teman lagi untuk membuat sebuah lingkaran untuk makan Bersama, keberadaan fulan didalam makan Bersama ini adalah sebuah tindakan inklusif, dan tindakan fulan yang akan memperhatikan teman temannya makan dengan benar, maka ia akan ikut mencoba lalu ketika mereka berbagi Bersama atau bertukar makanan, maka itulah sosialisasi kecil yang berdampak besar bagi si fulan karena secara psikis nya yaitu perasaan ingin diterima dan diakui sudah terpenuhi

Proses ini terlihat mudah tertulis atau sekedar diucapkan, namun pada pelaksanaanya, membutuhkan effort yang tidak main-main, karena ini sangat berpengaruh pada anak dan berpengaruh pada teman teman regular nya dan memahami nilai sederhana yaitu berteman, saling hargai, kasih saying kepada sesame dan toleransi. 

  1. Motivasi Lingkungan 

Perilaku yang sederhana dan mendorong tumbuhnya rasa percaya diri adalah motivasi dari lingkungan sekitar peserta didik itu sendiri. Peran utama tentu dimulai dari Rumah, kebiasaan Bersama orang tua untuk intens mengajak si anak dalam bersosialisasi dengan dunia luar adalah salah satu langkah yang layak dilakukan. Lalu, mengenalkan dengan circle pertemanan orang tua dan anak anak mereka juga menjadi apresiasi buat anak dengan kebutuhan khusus. 

Sekolah menjadi salah satu tempat dimana anak dengan kebutuhan khusus tersebut mendapatkan motivasi yang bisa menambah rasa percaya diri dan menunjang pertumbuhan kecakapan dalam sosialisasi. Ketika hal-hal tersebut diatas berjalan dengan baik, maka anak berkebutuhan khusus disekolah inklusi akan dapat terbantu dalam meningkatkan kemampuan mereka dalam bersosialisasi.